Menurut
John D.Legge, ada tiga perempuan yang paling berpengaruh dalam periodisasi
hidup Sukarno. Selain Sarinah dan Inggit Garnasih, setelah revolusi Indonesia,
perkawinan Sukarno dengan Siti Suhartini (Hartini) telah membuka fase baru yang
lebih mantap baik dalam kehidupan pribadi maupun politiknya. Hartini di masa
itu mampu menjadi daya psikohistoris bagi Sukarno. Perkawinan Sukarno dengan
Hartini, yang dilaksanakan dalam waktu kritis, telah menyediakan bagi Sukarno
sebuah sumber kekuatan baru. Sekurang-kurangnya Sukarno sendiri mempertalikan
keberanian dan keteguhan hatinya dalam menyelesaikan kemelut di pertengahan
hingga akhir dasarwarsa 1950-an itu dengan bantuan kasih sayang yang diberikan
Hartini kedapanya. Sejak saat itu, Sukarno sering menunjukkan kepercayaan diri
yang kadang-kadang tidak dimilikinya. Sebagai istri, Hartini mulai berkembang
secara politik. Ia berusaha keras melayani Sukarno sebaik-baiknya dan sekaligus
menjadi teman pembantu politiknya, suatu usaha-yang menurut Legge-tidak pernah
dilakukan oleh Fatmawati. Epilognya, Hartini mampu memberikan perannya sebagai
ibu, kekasih, dan teman setia dalam kehidupan pribadi maupun perjuangan politik
Sukarno.Buku ini mengungkapkan lika-liku kehidupan Hartini, yang memiliki daya
tahan yang demikian kuat atas terpaan kritik, bahkan cercaan atas keputusannya
untuk menerima-atau membalas-cinta Bung Karno. Setelah menjadi istri dari
Sukarno, Hartini berusaha untuk memenuhi tugasnya, sebagai seorang perempuan,
yang menjadi istri dari Sukarno, Hartini berusaha memenuhi tugasnya, sebagai
seorang perempuan, yang menjadi istri dari seorang besar sebagai politikus
negarawan. Dalam kapasitasnya sebagai seorang istri, Hartini menjadi saksi
dalam detik-detik menentukkan kehidupan politik Sukarno; mulai Demokrasi
Terpimpin, G30S, Supersemar, kejatuhannya, menjadi tahanan rumah sampai dengan
kematiannya. Kesemua hal di atas menjadi bagian dalam narasi buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar