Total Tayangan Halaman

Sabtu, 23 November 2013

REFERENSI BUKU: SEJARAH REVOULUSI 1848-'49



Revolusi negara-negara Jerman 1848 atau dikenal dalam teks sejarah nasional Jerman sebagai Revolusi Maret (Märzrevolution) merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan rangkaian demonstrasi dan kerusuhan di beberapa negara bagian anggota Konfederasi Jerman (Deutscher Bund ) yang berlangsung mulai Maret 1848 sampai dengan akhir musim panas 1849. Pengaruh revolusi ini menggema pula hingga ke negara-negara tetangga seperti Hungaria, Italia utara, dan bagian Polandia (Poznan). Peristiwa ini menandai dimulainya proses perlahan-lahan menuju terbentuknya negara Jerman dan Austria modern.
Revolusi Maret merupakan imbas langsung dari gelombang revolusi di Italia pada bulan Januari 1848 menentang kekuasaan dinasti Habsburg dari Austria dan dinasti Bourbon dari Spanyol. Pada bulan Februari 1848 bangkit pula revolusi di Prancis yang berakibat turunnya raja Louis Philippe dari Prancis. Semua revolusi ini mengusung tema sama, yaitu restorasi politik. Situasi status quo politik seusai Perang Napoleon berakibat pada represi oleh kaum monarkis dan borjuis terhadap kaum pekerja (buruh), petani, dan liberal.
Demonstrasi dan kerusuhan pertama-tama terjadi di wilayah Kadipaten Agung (Grossherzogtum) Baden yang berbatasan dengan Prancis. Dalam beberapa minggu kemudian meluas ke negara-negara anggota Konfederasi lainnya. Mereka menuntut dijalankannya pemerintahan liberal dari Berlin sampai Wina dan pelaksaanan pemilihan umum bagi parlemen nasional. Pemicu revolusi ini juga adalah sensor oleh pemerintah yang sangat ketat serta penerapan pajak yang tinggi di beberapa wilayah (misalnya di Pfalz oleh pemerintah Kerajaan Bayern) sehingga warga merasa terbebani.
Pada awalnya revolusi ini mendapat tanggapan positif dengan dikendurkannya sensor dan pembebasan pajak terhadap petani. Sejak musim gugur 1848 usaha-usaha untuk mendorong pembentukan konstitusi bagi cita-cita Reich Jerman mulai melemah, bahkan akhirnya cita-cita pembentukan negara Jerman bersatu (termasuk Austria) digagalkan oleh tentara Prusia dan Austria secara militer. Walaupun gagal secara keseluruhan, revolusi ini berhasil mengumpulkan dan mengkristalisasi sendi-sendi dasar bagi terbentuknya negara Jerman kelak.



REFERENSI BUKU : FASISME IDEOLOGI BERDARAH DARWINISME





Fasisme dikenal sebagai ideologi yang lahir dan berkembang subur pada abad ke-20. Ia menyebar dengan pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, tetapi juga di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Jepang, di mana rakyat sangat menderita oleh cara-cara pemerintah yang penuh kekerasan. Berhadapan dengan tekanan dan kekerasan ini, mereka hanya dapat gemetar ketakutan. Diktator fasis dan pemerintahannya yang memimpin sistem semacam itu—di mana kekuatan yang brutal, agresi, pertumpahan darah, dan kekerasan menjadi hukum—mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi rahasia dan milisi fasis mereka, yang melumpuhkan rakyat dengan rasa takut. Lebih jauh lagi, pemerintahan fasis diterapkan dalam hampir semua tingkatan kemasyarakatan, dari pendidikan hingga budaya, agama hingga seni, struktur pemerintah hingga sistem militer, dan dari organisasi politik hingga kehidupan pribadi rakyatnya. Pada akhirnya, Perang Dunia II, yang dimulai oleh kaum fasis, merupakan salah satu malapetaka terbesar dalam sejarah umat manusia, yang merenggut nyawa 55 juta orang. Namun, ideologi fasisme tidak hanya ada dalam buku-buku sejarah. Meski saat ini tidak ada satu negara pun yang menyebut diri sebagai fasis atau secara terbuka mempraktikkan fasisme, di berbagai negara di dunia terdapat banyak pemerintahan, kelompok dan partai politik yang mengikuti pola-pola fasistik. Walaupun nama dan taktiknya telah berubah, mereka masih terus menimpakan kesengsaraan serupa pada rakyat. Berkemungkinan pula, kemerosotan kondisi sosial dapat membuat dukungan terhadap fasisme makin berkembang. Karenanya, fasisme terus-menerus menjadi ancaman bagi kemanusiaan.


REFERENSI BUKU : KONFLIK DI BALIK PROKLAMASI




Pembacaan teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945 bukan peristiwa yang terjadi secara kebetulan.Peristiwa itu juga bukan terjadi sebagai hadiah dari Jepang. Proklamasi Kemerdekaan merupakan klimaks dari rangkaian perjuangan para tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Bagaimana lika-liku perjalanan bangsa di sekitar peristiwa Proklamasi Kemerdekaan ? Konflik dan intrik apa saja yang tejadi di antara para pejuang kemerdekaan di saat-saat terakhir,khususnya pada saat penyusunan teks proklamasi,di malam panjang menjelang pagi tanggal 17 Agustus 1945 ?
Apa saja yan dibicarakan dalam rapat-rapat BPUPKI dan PPKI ? Apa benar kemerekaan Indonesia sebetulnya hanya hadiah dari kaisar Jepang; atau malah sebaliknya? Hal itu justru merupakan hasil kalahan Jepang dari Sekutu.Apa kata saksi-saksi sejarah yang terlibat langsung dalam peristia detik-detik Proklamasi Kemerdekaan ? Apa pula peran massa rakyat,yang merupakan "sekrup-sekrup" kecil yang bergelora dalam semangat untuk mempertahankan Indonesia merdeka ?

REFERENSI BUKU : BIOGRAFI HARTINI SUKARNO


Menurut John D.Legge, ada tiga perempuan yang paling berpengaruh dalam periodisasi hidup Sukarno. Selain Sarinah dan Inggit Garnasih, setelah revolusi Indonesia, perkawinan Sukarno dengan Siti Suhartini (Hartini) telah membuka fase baru yang lebih mantap baik dalam kehidupan pribadi maupun politiknya. Hartini di masa itu mampu menjadi daya psikohistoris bagi Sukarno. Perkawinan Sukarno dengan Hartini, yang dilaksanakan dalam waktu kritis, telah menyediakan bagi Sukarno sebuah sumber kekuatan baru. Sekurang-kurangnya Sukarno sendiri mempertalikan keberanian dan keteguhan hatinya dalam menyelesaikan kemelut di pertengahan hingga akhir dasarwarsa 1950-an itu dengan bantuan kasih sayang yang diberikan Hartini kedapanya. Sejak saat itu, Sukarno sering menunjukkan kepercayaan diri yang kadang-kadang tidak dimilikinya. Sebagai istri, Hartini mulai berkembang secara politik. Ia berusaha keras melayani Sukarno sebaik-baiknya dan sekaligus menjadi teman pembantu politiknya, suatu usaha-yang menurut Legge-tidak pernah dilakukan oleh Fatmawati. Epilognya, Hartini mampu memberikan perannya sebagai ibu, kekasih, dan teman setia dalam kehidupan pribadi maupun perjuangan politik Sukarno.Buku ini mengungkapkan lika-liku kehidupan Hartini, yang memiliki daya tahan yang demikian kuat atas terpaan kritik, bahkan cercaan atas keputusannya untuk menerima-atau membalas-cinta Bung Karno. Setelah menjadi istri dari Sukarno, Hartini berusaha untuk memenuhi tugasnya, sebagai seorang perempuan, yang menjadi istri dari Sukarno, Hartini berusaha memenuhi tugasnya, sebagai seorang perempuan, yang menjadi istri dari seorang besar sebagai politikus negarawan. Dalam kapasitasnya sebagai seorang istri, Hartini menjadi saksi dalam detik-detik menentukkan kehidupan politik Sukarno; mulai Demokrasi Terpimpin, G30S, Supersemar, kejatuhannya, menjadi tahanan rumah sampai dengan kematiannya. Kesemua hal di atas menjadi bagian dalam narasi buku ini.